Laman

Kamis, 12 Maret 2009

Titikbalik Keguruan dan Pengembangan Kurikulum

Titikbalik Keguruan dan Pengembangan Kurikulum
Ki Sugeng Subagya

TEORI pendidikan sistematis memasukkan guru dalam instrumental in-put. Sebagai instrumen pendidikan, urgensinya tidak lebih penting dari instrumental in-put yang lainnya, seperti kurikulum, dan alat pendidikan. Pada hal dalam penelitian Beeby (1969), kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan berkaitan dengan kualitas guru.

Salah satu akibat kebijakan yang menganggap guru sebagai instrumen yang tidak lebih penting dari instrumen pendidikan lainnya dapat dilihat dari rendahnya kualitas guru di Indonesia. Rendahnya kualitas guru adalah akibat tak terelakkan dari penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Ketidaksesuaian guru dalam kualifikasi akademik dan kompetensi dalam mengampu matapelajaran adalah buktinya. Menurut Ki Hadjar Dewantara guru yang demikian ini sesungguhnya tidak memiliki kemampuan (bevoegdheid) dan kewenangan (bekwaamheid)

Data Depdiknas menunjukkan lebih sepertiga dari 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar karena mismatch, ialah kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar. Lebih rinci disebutkan bahwa saat ini guru yang tidak layak mengajar mencapai 912.505 orang. Terdiri atas 605.217 guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan 63.961 guru SMK. Tentu data tersebut belum termasuk guru TK dan PAUD. Angka tersebut memberikan petunjuk betapa rendahnya kualitas guru di negeri ini.

Terbitnya Undang Undang Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen dapat dinyatakan sebagai titikbalik keguruan di Indonesia. Memasuki tahun ketiga sejak diundangkan, nampaknya implementasi undang-undang tersebut masih dalam masa transisi membenahi kualitas guru kita. Hal ini menunjukkan kronisnya masalah kualitas guru di Indonesia.

Implikasi ketentuan pasal 9, dimana guru harus memenuhi kualifikasi akademik pendidikan program sarjana (S1) atau diploma empat (D4), tidak mememandang apakah ia seorang guru TK, SD, SMP ataupun SMA/K, bagai buah simalakama.

Dalam jangka pendek, penerapan ketentuan ini dipastikan meningkatkan jumlah guru mismatch dari sisi kualifikasi akademik. Persentase guru TK, SD dan SMP yang tidak berpendidikan S1 atau D4 cukup tinggi. Rata-rata guru TK dan SD masih berpendidikan SGA, KPG, SPG, D1, dan D2. Tidak sedikit pula guru SMP dan SMA/K yang berpendidikan PGSLP, PGSLA, sarjana muda dan D3. Akibat positifnya, tidak sedikit para guru kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan sarjananya.

Berubahnya kurikulum selalu diikuti oleh munculnya matapelajaran baru dan hilangnya mata pelajaran yang sudah ada. Ketika matapelajaran baru muncul sedangkan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) belum menyiapkan guru untuk matapelajaran dimaksud, maka dengan terpaksa sekolah memanfaatkan guru yang ada, termasuk di dalamnya memberi tugas kepada guru yang matapelajarannya hilang.

Selama ini orientasi pembenahan pendidikan nasional kita mengalami ketimpangan. Guru yang seharusnya menjadi titik sentral pembenahan sistem pendidikan nasional terabaikan. Kita “keasyikan” membenahi kurikulum dengan merubah kurikulum secara periodik. Akibatnya kualitas guru jalan di tempat, sedang perubahan kurikulum malah menambah persoalan baru.

Kebijakan pendidikan nasional nampaknya perlu mengacu pada grand design pendidikan nasional yang menyeluruh dan terpadu. Setidaknya, harus ada komitmen kuat tidak merubah kurikulum secara radikal, kecuali mengembangkannya. Hal ini sekaligus menepis pameo, setiap ganti pejabat ganti pula kurikulumnya.

Upaya peningkatan kualitas guru melalui sertifikasi harus terus dilanjutkan. Bersamaan dengan itu sistem sertifikasinya diperbaiki. Proses sertifikasi guru instan seperti sekarang ini hanya boleh dilakukan pada masa transisi. Kelak harus dibuat sistem yang lebih profesional agar mampu menghasilkan guru profesional pula. Pembenahan kualitas guru harus dibarengi dengan pembenahan sistem LPTK. Sejalan dengan itu LPTK harus didorong agar mampu menghasilkan guru yang matching dengan kebutuhan pembelajaran.

Ki Sugeng Subagya
Pamong Tamansiswa dan Konsultan Pendidikan


(Artikel ini dimuat pada Harian Umum PELITA edisi Selasa 10 Maret 2009).

2 komentar:

  1. Ki Sugeng Subagya yang terhormat,
    terima kasih atas kunjungannya ke blog kami.
    saya sudah membaca beberapa artikel bahkan berkunjung ke blog bapak.
    kami mohon, kiranya bapak berkenan membantu kami sebagai konsultan dalam penyusunan tesis.
    terima kasih.
    salam dan bahagia.
    Ki Lilik Setiono.

    BalasHapus
  2. Insyaallah, semampu saya akan bantu Pak Lilik. Saya sangat senang jika ada diantara kita mampu menggali nilai-nilai pendidikan nasional untuk lebih mudah diimplementasikan. Salam.

    BalasHapus