Laman

Senin, 04 Februari 2013

Cakepan Sekar Macapat


Merapi Kurda
Cakepan sekar pangkur rinipta dening : Ki Sugeng Subagya

1.      Ardi Mrapi muni nulya,
Gumarebeg gumuruh damel miris,
Jumlegur wusananipun,
Pedhut wulung nggegana,
Dadi udan krikil pasir awu lebu,
Peteng ndhedhet lelimengan,
Kadya gesang wus mungkasi.

2.      Lepen Gendhol tan kuwawa,
Kinurugan lahar panas mencepi,  
Lebu murup lung gumulung,
Wedhus gembel ingaran,
Nerak maring saweneh sangajengipun,
Sirna ilang tan puliha,
Hurubaya nggegirisi.

3.      Lahar wutah  tan kinira,
Ngabul-abul mblabar kanan lan kering,
Nrajang desa lan wana gung,
Manungsanya keh brasta,
Tanem tuwuh raja kaya iwen lampus,
Sandhang pangan datan ngalap,
Bandha donya isis gusis.

4.      Dumadine mangsa kala,
Slasa paing dulkaidah murwani,
Wanci sonten lepas surup,
Warsa sangalas mula,
Papat telu taun dal salajengipun,
Susul sumusul tan kendhat,
Tekeng wanci trus tumuli.

5.      Pepucuking kang prahara,
Tengah wengi  ari jemuwah paing,
Surya kaping wolu likur,
Sasi taun tan beda,
Kurdanira ngambra-ambra sansaya gung,
Langkung tebih tebanira,
Pontang panting ingkang ngungsi,

6.      Pepuntone anggit kula,
Hurubaya mugi murwani peling,
Peling marang lampahipun,
Lampah telung prekara,
Dandanana ngibadah mring Hyang Maha Gung,
Welas asih mring sesama,
Ngrusak alam den pungkasi,

7.      Dosa luput den lenggana,
Mboten langkung cumadhong pangaksami,
Mertobat  tan kenging kantun,
Datan kendhat ndedonga,
Murih enggal rucat linepas dahuru,
Ayem tentrem beja mulya,
Sambikalane sumingkir,

8.      Dununge bebrayan mula,
Lambarane welas asih sesami,
Sepi pamrih lajengipun,
Rame gawe suminggah,
Lampah nistha panasten awisanipun,
Colong jupuk angrabasa,
Gelem ora den singkiri,

9.      Alam kanggo panguripan,
Ora sira anak putu menangi,
Leluwihen dipun keruk,
Ora beda milara,
Lamun kurda sapa wonge bisa mbendung,
Wekasan   pasrah sumarah,
Keduwung tibane mburi.

Sinerat  ing lepen Gendol wetan Dusun Brongkol, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, 11 November 2010.



Dipun sekaraken Ki Ngabdul ing acara Pangkur Jenggleng TVRI Yogyakarta, Senin 4 Pebruari 2013 Pukul 18.00 Wib.
·       Ki Sugeng Subagya, Pamong Tamansiswa, lair saha gesangipun sawetawis dedunung ing tlatah ereng-erenging redi Merapi sisih kidul, dusun Brongkol, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.


Jumat, 01 Februari 2013

Kurikulum 2013


Ujian Nasional Prematur

Ki Sugeng Subagya


Bahan uji publik Kurikulum 2013 menyebutkan,  kemungkinan besar pada tahun 2014 ujian nasional (UN) untuk jenjang pendidikan dasar dihapus. Sementara untuk  SMA dan SMK   diusulkan pelaksanaan UN  dimajukan di kelas XI.

Reaksi masyarakat terhadap rencana ini beragam. Penghapusan UN pada jenjang pendidikan dasar direspon  positif oleh karena sejalan dengan program wajib belajar pendidikan dasar. Sedangkan rencana memajukan UN SMA dan SMK di kelas XI mendapat penolakan sangat keras. Argumen pemerintah mengurangi “tekanan psikis” terhadap siswa dianggap tidak cukup.

Jika UN dilaksanakan di kelas  XI, maka di kelas XII siswa SMA akan diberikan  materi untuk persiapan masuk universitas. Selama ini siswa belajar menghadapi UN sekaligus untuk ujian masuk perguruan tinggi.  Sementara untuk jenjang SMK, di kelas XII siswa  fokus pada ujian sertifikasi keahlian. Selama ini siswa  mengalami “tekanan psikis” dalam menghadapi UN, ujian masuk perguruan tinggi, dan ujian sertifikasi keahlian.  

Teori Evaluasi Pendidikan

Sedikitnya ada 3 (tiga) kategori ujian (examination) dalam evaluasi pendidikan, ialah   prediction examinationachievement examination, dan diagnostic examination. Ketiganya memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda-beda.

Prediction examination sebagai ujian prediksi mengukur keberhasilan seseorang menempuh suatu program. Dalam konteks tertentu prediction examination tidak lebih sebagai alat seleksi menjaring kandidat.  Kriteria prediction examination adalah prediction effectivity, sejauh mana ujian dapat menggambarkan secara tepat potensi seseorang sebagai calon.  Oleh sebab itu  ujian prediksi harus dilaksanakan sebelum aktifitas program dilaksanakan. Ujian masuk perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk prediction examination.

Achievement examination merupakan ujian yang bersifat menguji hasil belajar. Kriteria achievemement examination adalah achievement effectivity, sejauh mana ujian dapat menggambarkan secara tepat kemampuan riil atas hasil belajar. Oleh sebab itu ujian hasil belajar harus dilaksanakan setelah aktifitas program dilaksanakan. Ujian nasional merupakan salah satu bentuk achievement examination.

Diagnostic examination merupakan ujian yang bersifat penjajakan. Kriteria diagnostic examination adalah process effectivity, sejauhmana ujian dapat menggambarkan secara tepat kesulitan yang sedang dihadapi. Oleh sebab itu tes diagnostik harus dilaksanakan pada saat aktifitas program sedang berlangsung. Tes penjajakan hasil belajar merupakan salah satu bentuk diagnostic examination.

Jika ditarik garis pembeda berdasarkan materi atau bahan yang diujikan,  soal ujian masuk perguruan tinggi bukan yang dipelajari siswa SMA/SMK, melainkan materi yang akan dipelajari seorang calon mahasiswa kelak jika berhasil masuk perguruan tinggi. Sedangkan materi UN adalah materi yang telah dipelajari siswa selama mengikuti pembelajaran di SMA/SMK.

Prematur

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut orientasi waktu pelaksanaannya, UN sebagai tes hasil belajar harus selalu dilakukan pada akhir program kegiatan belajar. Karenanya memajukan UN di kelas XI SMA/SMK ketika proses belajar sedang berlangsung adalah prematur.

Pada tataran teknis, memajukan UN akan berpengaruh terhadap kesiapan sekolah. Menyelesaikan plafon kurikulum yang seharusnya ditempuh dalam 3 (tiga) tahun menjadi 2 (dua) tahun bukan soal mudah. Bagi sebagian siswa yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, mengakselerasi pembelajaran masih dimungkinkan. Namun bagi siswa yang kemampuan akademiknya di bawah rata-rata melakukan percepatan pembelajaran adalah sesuatu yang mustahil. Jika dipaksakan akan terjadi “tekanan psikis” yang jauh lebih berat, tidak hanya bagi siswa yang bersangkutan tetapi juga bagi guru dan orang tua siswa.

Pada tataran administratif, memajukan UN berbenturan dengan kebijakan pemerintah yang selama ini menjadi dasar pelaksanaan UN sebagai salah satu unsur penentu kelulusan siswa. Seorang siswa dapat mengikuti ujian nasional diantaranya harus telah dan/atau pernah berada pada tahun terakhir pada suatu jenjang pendidikan pada satuan pendidikan tertentu dan memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada suatu jenjang pendidikan pada satuan pendidikan tertentu.

Akhirnya, rencana pemerintah memajukan UN SMA/SMK di kelas XI memang harus dikaji ulang. Semoga.-

 Ki Sugeng Subagya,
Pamong Tamansiswa dan Sekretaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Daerah Istimewa Yogyakarta

Artikel dimuat SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Selasa 29 Januari 2013.

Rabu, 28 November 2012

Pembaruan Kurikulum


Mencermati Kurikulum di Indonesia
Ki Sugeng Subagya
Secara etimologis, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani curir yang artinya "pelari" dan curere yang berarti "tempat berpacu".  Dalam pendidikan, secara esensial kurikulum berarti sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan atau kompetensi yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik  guna mencapai tingkatan tertentu secara formal.
Seiring dengan tuntutan perubahan alam dan zaman, kurikulum dituntut mengadopsi dan mengadaptasi kebutuhan masyarakat. Hal ini dipicu oleh tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan formal yang harus berisi nilai-nilai dan kompetensi siswa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Sejak merdeka, Indonesia telah memperbarui kurikulum sedikitnya 10 (sepuluh) kali, ialah pada tahun 1947 (Rencana Pelajaran atau Leer Plan), 1952 (Rencana Pelajaran Terurai), 1964 (Rencana Pendidikan), 1968 (Kurikulum 1968), 1975 (Kurikulum 1975), 1984 (Kurikulum 1975 yang disempurnakan), 1994 (Kurikulum 1994), 1999 (Suplemen Kurikulum 1994), 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), dan 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Dalam 10 (sepuluh) kali pembaruan kurikulum, terdapat 4 (empat)  karakteristik yang menonjol.  (1) kurikulum sebagai rencana pelajaran (1947-1968), (2) kurikulum berorientasi pada tujuan   (1975-1984), (3) kurikulum sebagai garis besar program pengajaran (1994-1999), dan (4) kurikulum berbasis kompetensi (2004-2006).
Tahun 2013 akan terbit kurikulum baru. Saat ini sedang dalam proses penyusunan. Menurut penjelasan Mendikbud, kurikulum 2013 menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Siswa  tidak lagi banyak menghafal, tetapi pembelajaran berdasar  kurikulum berbasis sains.  Pendek kata,  orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Kurikulum 2013 tidak sebatas daftar mata pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar. Segala hal yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi  peserta didik  sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan adalah kurikulum. Kurikulum 2013 adalah kurikulum ideal.
Peran Guru
Sebaik apapun kurikulumnya, tidak dilaksanakan oleh guru yang mumpuni, tidak akan mampu mengantar peserta didik menyentuh garis finish. Guru memiliki peran penting merealisasi kurikulum ideal. Jika selama ini guru telah terbelenggu oleh pengajaran formal yang miskin nilai-nilai pendidikan holistik, melatih kembali guru memiliki kompetensi utuh sebagai pendidik sekaligus pengajar mendesak dilakukan.
Dalam konteks kurikulum, pelatihan guru setidaknya untuk pemahaman konsep kurikulum ideal dan implementasinya dalam pembelajaran.
Pertama, mendekatkan pembelajaran sebagai curriculum actual atau real curriculum kepada kurikulum ideal. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran tidak boleh lepas dari substansi yang tertulis dalam buku kurikulum, baik filosofisnya, tujuannya, maupun isinya. Meskipun hal ini tidak mudah, tetapi kunci keberhasilan pembelajaran berdasar kurikulum ideal terletak disini.
Kedua, mengimplementasi hidden curriculum secara sempurna. Hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi adalah segala hal yang terjadi yang mempengaruhi ketika  pelaksanaan real curricum berlangsung. Pengaruh ini bisa dari pribadi guru, peserta didik, karyawan sekolah, tukang kantin, dan berbagai hal yang terjadi di lingkungan sekolah saat itu. Meskipun mendeteksi kurikulum tersembunyi tidak mudah,  sangat kompleks, sulit diketahui dan dinilai, namun guru harus memiliki kecakapan untuk mengimplementasinya.
Ketiga, menegaskan kurikulum sebagai sarana pembelajaran. Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun dalam pelaksanaannya integral, namun dapat dibedakan.  Kurikulum lebih menunjukan pada suatu program yang bersifat umum, untuk jangka lama, dan tak tercapai dalam waktu sesaat. Sedangkan pembelajaran bersifat realistis atau aktual, sifatnya khusus dan tercapai pada saat itu juga.
Akankah kurikulum ideal dapat diwujudkan oleh guru sebagai pelaksana di lapangan? Selama ini  berubahnya kurikulum hanya menimbulkan kegaduhan. Perubahan kurikulum tidak berpengaruh terhadap perubahan metode dan cara guru mengajar. Perlu perubahan revolusioner dalam pembelajaran kurikulum 2013. 
Ki Sugeng Subagya,
Pamong Tamansiswa dan Sekretaris Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.   

Artikel dimuat SKH Kedaulatan Rakyat, Selasa 27 November 2012 halaman 12.

Minggu, 21 Oktober 2012

Catatan Budaya:


Mengisi Ruang Kosong Kesenian “Dolanan Anak”
Ki Sugeng Subagya

Kreasi dan apresiasi merupakan dua unsur sangat penting dalam seni budaya. Kreasi seni budaya bersifat spesifik cenderung tertutup, sedang apresiasi bersifat umum dan sangat terbuka.
Kreasi seni budaya merupakan pengalaman estetik yang diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan kreatif yang menghasilkan karya memesona. Berkreasi memerlukan keahlian khusus. Hanya para seniman yang memiliki keahlian, mampu mengaktualisasikan pengalaman estetiknya dalam bentuk karya seni budaya.
Apresiasi seni budaya dilakukan dengan menghayati dan merasakan suatu  karya sehingga mampu  menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan untuk mencermati kelebihan dan kekurangan terhadap karya. Bagi sebagian orang, apresiasi dilakukan dengan mencermati karya  dengan mengerti dan peka terhadap segi-segi estetiknya, sehingga mampu menikmati dan memaknai karya-karya tersebut dengan semestinya. Dengan demikian apresiasi dapat dilakukan oleh siapapun tanpa harus memiliki keahlian khusus.
Apresiasi seni budaya, khususnya kesenian “dolanan anak” dalam rangka menumbuhkan pengertian dan penghargaan diberikan oleh Kedaulatan Rakyat dalam bentuk KR Award tahun 2012 bidang pendidikan kepada Nyi Corijati Mudjiono, pembina seni “dolanan anak” dari Taman Kesenian Ibu Pawiyatan Tamansiswa, belum lama ini.
Hubungan apresiasi seni budaya dengan pendidikan mendapatkan tempatnya karena apresiasi dapat berupa persepsi, pengetahuan, pengertian, analisis, penilaian, dan apresiasi faktual. Di lingkungan perguruan Tamansiswa, pendidikan kesenian diberikan dengan tujuan untuk mengantar perkembangan peserta didik menuju proses pendewasaan melalui belajar dengan seni, belajar melalui seni, dan belajar tentang seni. Disinilah wahana berekspresi, berkreasi, dan berapresiasi peserta didik mendapatkan tempatnya.
Kesenian Dolanan Anak
Adalah Ki Hadi Sukatno (1915-1983), pamong Tamansiswa dan seorang seniman yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran dengan wahana dan media kesenian. Permainan anak atau dolanan anak yang sangat lekat dengan dunia anak-anak direkayasa menjadi wahana dan media pendidikan dan pembelajaran. Jadilah dolanan anak menjadi salah satu genre kesenian bermuatan pendidikan dalam rangka pembentukan karakter peserta didik.
Menurut Ki Hadi Sukatno, permainan anak-anak tradisional dapat dikelompokkan menurut maksudnya. Pertama, permainan yang bersifat menirukan perbuatan orang dewasa, misalnya: pasaran, mantenan, dhayoh-dhayohan, dll.  Permainan ini dilakukan dengan asyiknya, seakan anak-anak merasakannya sebagai perbuatan yang sungguh-sungguh.
Kedua, permainan untuk mencoba kekuatan dan kecakapan jasmani, misalnya  tarik-menarik, berguling-guling, bergulat, berkejar-kejaran, gobaksodor, gobak-bunderan, jethungan, bengkat, benthik-uncal, obrok, bandhulan, dll. Ketiga, permainan melatih panca-indera, kecakapan meraba dengan tangan, menghitung bilangan, memperkirakan jarak, dan menggambar,  misalnya: gatheng, dakon, macanan, sumbar-suru, sumbar-manuk, sumbar-dulit, kubuk, adu-kecik, adu-kemiri, nekeran, jirak, bengkat, paton, dekepan, serang-serongan, dll.
Keempat, permainan dengan latihan bahasa, yaitu permainan anak-anak berupa percakapan. Setiap kali anak-anak berkumpul, biasanya selalu terlibat dalam perbincangan tentang dongeng, cerita pengalaman,  bedhekan atau teka-teki, yang menimbulkan tumbuhnya fantasi.  Kelima, permainan dengan lagu dan wirama yang akhirnya disebut dengan kesenian dolanan anak. Kesenian dolanan anak sangatlah luas dan banyak sekali ragamnya, misalnya; jamuran, cublak-cublak suweng, bibi tumbas timun, manuk-manuk dipanah, tokung-tokung, blarak-blarak sempal, demplo, bang-bang-tut, pung-irung, bethu-thonthong, kidang-talun, ilir-ilir, dll.
Permainan anak-anak tradisional kini keadaannya sangat memprihatinkan. Perkembangan   permainan  anak-anak semakin berkurang, mulai ditinggalkan dan tidak dikenali oleh anak-anak masa kini. Mereka lebih asyik bermain game online, play station, dan permainan komtemporer lainnya. Bukan tidak mungkin suatu saat nanti permainan anak-anak punah.
Permainan anak-anak, termasuk di dalamnya kesenian dolanan anak, tidak cukup hanya dilestarikan, tetapi juga harus dikembangkan. Kesenian dolanan anak dilestarikan dengan cara melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Upaya pelestarian seharusnya tidak dipahami statis, melainkan  dapat dipahami sebagai hal yang membuat nilai-nilai budaya tersebut tetap hidup sejak awal kemunculannya dan terpakai pada masa kini dan masa yang akan datang. Kesenian dolanan anak harus “sederajat” dengan permainan-permainan kontemporer di mata anak-anak Indonesia.
Oleh karenanya perlu membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seniman dan seluruh lapisan masyarakat yang berkepentingan di bidang seni dolanan anak untuk mengasah  kreatifitas dan produktifitasnya mengisi “ruang kosong” kesenian dolanan anak. Dalam kreatifitas dan produktifitas seni budaya, “ruang kosong” itu harus diciptakan karena tidak hadir dengan sendirinya. Di dalam “ruang kosong” inovasi dan kreatifitas memperoleh wahananya. Seniman  dituntut untuk terus meningkatkan kreatifitas dan inovasinya agar dapat menjadi bagian dari sistem kontemporer tanpa harus kehilangan ruh budayanya sendiri.
Demikian halnya dengan  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, kesenian dolanan anak dalam rangka pembentukan karakter dan penguatan jati diri bangsa, pengembangan industri budaya, serta potensi ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat, merupakan tantangan sekaligus peluang. Terkait hal ini, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki daya saing tinggi serta organisasi masyarakat atau organisasi kesenian sebagai wadah kreatifitas seniman dalam menciptakan karya-karya seni dolanan anak.
Ki Sugeng Subagya, Pamong Tamansiswa di Yogyakarta.-
Artikel ini dimuat SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Minggu Pon 21 Oktober 2012 Halaman 21

Rabu, 20 Juni 2012

Macapatan :


Cakepan Sekar Pangkur :

“Ki Hadjar Dewantara”
Cakepan sekar pangkur rinipta dening : Ki Sugeng Subagya
Kangge Mengeti “Hari Pendidikan Nasional”



Sampun mratah diuninga,
Timuripun asma Den Mas Suwardi,
Suryaningrat ramanipun, 
Darah Pakualaman,
Sulih asma gangsal windu petangipun,
Pengetan saking binabar,
Miterat petangan jawi.

Binarung piniji karsa,  
Pratandha wus dumugi titi wanci,
Pinandhita satriya gung,
Mbengkas angkara murka,
Saranane nggulawenthah tanem tuwuh,
Tinanem jiwa merdika,
Rinabuk pitutur jati.

Jatine bangsa merdika ,
Lepas pangreh durung cukup negesi,
Kuwat kwasa dadi sangu,
Mandhireng samubarang,
Tan gumantung liyan ndrayan cekel butuh,
Ngrakit saranane mobah,
Pandonga sarana mosik.

Ing ngarsa asung tuladha,
Mangun karsa yen ing madya ngepasi,
Tut wuri salajengipun,
Handayani sumagah,
Ugerane para dwija among sunu,
Uga pangemban praja,
Tan kantun satriya nagri.
  

Sinerat  ing  Museum Dewantara Kirti Griya Ngayogyakarta, 26 April 2011.

·         Ki Sugeng Subagya, Pamong Tamansiswa ing Ngayogyakarta. 

Macapatan :


Cakepan Sekar Pangkur :

 Ngudi Ngelmu
Dening : Ki Sugeng Subagya

Angudiya kepinteran,
Mula angel mbaka sithik sethithik,
Jarwane kangelan iku,
Dalan gampang wekasan,
Sampun pinter datan bisa binanjut,
Ilange barengan sukma, 
Sukma ilang taksih aji,

Ngudi marang kepinteran,
Kudu sabar tawakal tekun tuwin,
Temen sumaguh mituhu,
Sangu bandha ramingsra,
Gedhe karsa pancatan wuru ngelmu,
Golek geni adedamar,
Ngangsu toya sangu warih,

Seje ngelmu seje bandha,
Ngelmu badhe rumeksa  kang ndarbeni,
Mangka lamun bandha kudu,
Ingkang gadhah rumeksa,
Bandha kirang adedana binarung,
Dana ngelmu ra kelangan,
Saya sugih mumpangati,





Ki Sugeng Subagya
Pamong Tamansiswa ing Ngayogyakarta

Senin, 18 Juni 2012

Macapatan :

Cakapen Sekar Pangkur :

 Luru Kepinteran
Dening : Ki Sugeng Subagya

Angudiya kepinteran,
Mula angel mbaka sithik sethithik,
Jarwane kangelan iku,
Dalan gampang wekasan,
Sampun pinter datan bisa binanjut,
Ilange barengan sukma, 
Sukma ilang taksih aji,

Ngudi marang kepinteran,
Kudu sabar tawakal tekun tuwin,
Temen sumaguh mituhu,
Sangu bandha ramingsra,
Gedhe karsa pancatan wuru ngelmu,
Golek geni adedamar,
Ngangsu toya sangu warih,

Seje ngelmu seje bandha,
Ngelmu badhe rumeksa  kang ndarbeni,
Mangka lamun bandha kudu,
Ingkang gadhah rumeksa,
Bandha kirang adedana binarung,
Dana ngelmu ra kelangan,
Saya sugih mumpangati,



Ki Sugeng Subagya
Pamong Tamansiswa ing Ngayogyakarta