Pendidikan yang Berkebudayaan
Ki Sugeng Subagya
Mengembalikan pengelolaan pendidikan dan kebudayaan
dalam satu kementerian mendapat respons positif masyarakat. Harapannya,
pendidikan kembali dikonstruksi kebudayaan. Artinya, semua aspek pendidikan
dikaji secara kritis sehingga menghasilkan bentuk satuan pendidikan yang
merupakan ajang interaksi berbagai latar belakang masyarakat untuk saling
memahami dalam suasana kesetaraan, keadilan, dan penghormatan. Satuan
pendidikan adalah bangunan budaya menuju peradaban.
Keterkaitan
antara pendidikan dengan kebudayaan berkenaan
dengan satu urusan yang sama, ialah pengembangan nilai. Kebudayaan mempunyai
tiga komponen strategis, ialah sebagai tata kehidupan (order), suatu proses (process),
serta bervisi tertentu (goals). Pendidikan
merupakan proses pembudayaan. Tidak ada proses pendidikan tanpa kebudayaan dan
tanpa adanya masyarakat; sebaliknya tidak ada kebudayaan dalam pengertian
proses tanpa adanya pendidikan.
Pendidikan
adalah usaha kebudayaan, dan satuan pendidikan adalah taman persemaian
benih-benih kebudayaan. Demikianlah Ki Hadjar Dewantara meletakkan dasar-dasar
dan sendi-sendi sistem pendidikan nasional.
Pendidikan
sebagai usaha kebudayaan tidak mengenal sekat-sekat etnis, agama, strata
sosial-ekonomi, latar belakang politik, bahasa daerah, perbedaan gender dan tingkat kecerdasan peserta
didik. Jika sekat-sekat itu ada maka pendidikan telah menyempitkan maknanya
sebatas transfer pengetahuan bukan membangun peradaban.
Sebagai
taman persemaian benih-benih kebudayaan, pendidikan merupakan penggerak tumbuh
dan berkembangnya budaya dan karakter bangsa. Dalam tataran yang aplikatif,
satuan pendidikan sebagai penyedia ilmu pengetahuan adalah pintu gerbang bagi
peserta didik untuk memperoleh alat
pengembangan diri dan masyarakatnya melalui kebudayaan. Pendidikan harus
menciptakan peluang bagi individu untuk mengembangkan potensi diri, meninggikan
martabat kemanusiaan, dan menghormati keberagaman.
Muara
pendidikan yang berkebudayaan adalah keberhasilan melindungi dan mempertahankan
budaya lokal dan nasional dengan menyerap budaya asing secara selektif
adaptatif tanpa meninggalkan budaya adi luhung yang merupakan jati diri bangsa.
Ki Sugeng Subagya, Pamong Tamansiswa.-
Artikel dimuat SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Selasa 8 November 2011 Halaman 10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar