Laman

Selasa, 04 Oktober 2011

Dirgahayu "Kedaulatan Rakyat"

Mengapa KR Panjang Umur?
Ki Sugeng Subagya

KEDAULATAN RAKYAT (KR) tergolong koran panjang umur. Kini usianya 66 tahun. Terbit pertama kali tanggal 27 September 1945. Perintisnya H. Samawi (1913 – 1984) dan Madikin Wonohito (1912 – 1984). Mereka dikenal dengan sebutan Pak Sam dan Pak Won. Dengan fondasi kuat yang beliau pancang  menjadikan KR panjang umur.
Pak Sam dan Pak Won memegang kendali KR dengan prinsip “ngeli nanging ora keli”, menghanyut tetapi tidak turut hanyut. Jika kemudian KR identik dengan koran moderat merupakan konsekuensi logis atas perwujudan prinsip tersebut.
Meskipun moderat KR tetap kritis. Kekritisannya didadasri oleh “triko”. Korektif, koordinatif, dan kooperatif terhadap kebijakan pemerintah.  Keberpihakannya kepada kepentingan publik dirumuskannya dalam semboyan ”suara hati nurani rakyat”. Inilah salah satu cara KR menyelamatkan diri dari badai politik.
Koran anak kandung revolusi ini tak mungkin melawan cita-cita revolusi. Sementara koran lain   terpotong umurnya oleh brangusKR tetap dapat jalan terus.  
Meng-internasional
Sebagai media lokal yang menasional, KR adalah community paper yang berbasis intellectual community. Memang KR terbit di Yogyakarta, dengan demikian komunitas pembaca KR berangkat dari lokalitas Yogyakarta dan sekitarnya. Namun, pengaruh KR dalam memberikan pencerahan tidak sesempit lokalitasnya. Pembaca KR yang pernah menghuni lokalitas Yogyakarta tersebar seantero dunia.  KR dengan semua rubrikasinya tetap mewarnai sepak terjang mereka. Dalam perkembangannya KR mampu menginternasional melalui konsep intellectual community.
Awak redaksi dan manajemen KR dipegang oleh orang-orang dengan latar belakang intelektualitas memadai. Disamping itu, dukungan kalangan cendekia yang ketersediaannya tidak  terbatas mewarnai tulisan-tulisan KR sehingga menjadi rujukan banyak pihak. Tidak hanya dalam kapasitas sebagai narasumber, tidak sedikit diantara mereka “medhar gagasan” secara langsung menulis dalam rubrik opini maupun analisis.  Menariknya, KR tidak hanya dibesarkan oleh para penulisnya, tetapi KR sekaligus membesarkan para penulisnya.
KR adalah bagian sejarah Yogyakarta, tetapi KR juga merupakan salah satu pilar penyangga konstruksi Yogyakarta itu sendiri.  Kraton Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, Muhammadiyah dan Tamansiswa yang eksis di Yogyakarta memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan KR. Namun demikian, KR juga memberikan urunan yang sangat berarti terhadap lembaga-lembaga “tua” ini untuk tetap bertahan mengemban visi dan misinya. Prinsip saling memberi dan menerima manfaat inilah dengan sangat cerdas dirumuskan dalam slogan migunani tumraping liyan.
Falsafah Mendidik
Pak Sam dan Pak Won pernah mengajar maka ia adalah guru. Tetapi, untuk mendidik, tidak perlu seseorang menjadi guru. Demikian falsafah mendidik beliau. Mendidik tidak harus formal di depan kelas dengan murid tertentu. Jurnalis itu juga mendidik meskipun tidak mengajar. Koran adalah media pendidikan tidak terbatas.
Pak Won memberikan ilustrasi mengenai jurnalis yang mendidik. Ki Hadjar Dewantara mulai mendidik tidak hanya ketika Perguruan Tamansiswa berdiri. Sejak lama sebelum Tamansiswa lahir Ki Hadjar sudah menulis di Koran, sejak itulah beliau mendidik. Dari koran, pembaca dimengertikan berbagai hal tentang ekonomi, sosial, politik, hukum, ideologi, budaya, bahkan falsafah hidup. (Pusara, No.5 Mei 1984 halaman 201-202).
Mendidik itu mencerahkan, maka koran tidak pada tempatnya memprovokasi terjadinya keributan, kerusuhan, pertikaian, ketidaktenteraman, dan fitnah. Jika ketegangan sudah terlanjur terjadi, maka koran harus bertindak bijak bagai air, menyejukkan suasana. Dalam suasana yang sejuk inilah, masyarakat adalah taman pendidikannya para jurnalis.
Dirgahayu KR !!

Ki Sugeng Subagya,
Pamong Tamansiswa, Pemerhati Pendidikan dan Kebudayaan.

Dimuat SKH Kedaulatan Rakyat, Selasa 4 Oktober 2011 Halaman 12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar