Laman

Kamis, 12 Mei 2011

Obituari

Ki Timbul Hadiprayitno
Menghadap Sang Maha Dalang

Ki Timbul Hadiprayitno atau Mas Tumenggung Cerma Manggala adalah dalang wayang kulit purwa senior. Lahir di desa Jenar, Bagelan, Purworejo pada tahun 1932. Darah seni dan bakatnya mendalang harus diakui tidak datang secara tiba-tiba, meskipun jelas dari garis keturunannya.

Pada awalnya Timbul yang masih bocah itu memang sudah menunjukkan kelebihannya dalam bermain wayang. Kemampuan ini didapat dari kakeknya, Ki Gunawarto.Hidup dan kehidupannya sejak kecil yang berada dalam lingkungan pedhalangan, sebab semua kerabatnya adalah dhalang, merupakan proses mematangkan kemampuan penguasaan pedhalangannya.

Di dorong oleh motivasinya yang tinggi, pada tahun 1956, Timbul masuk ke Habirandha, pawiyatan pedhalangan milik Kraton Yogyakarta. Disinilah Timbul mendapatkan gemblengan, pengetahuan baik teori, retorika serta filsafat tentang wayang yang menjadi bekalnya kemudian sebagai dalang.

Kerja kerasnya tidak sia-sia. Mula-mula Timbul menggelar pementasanya di daerahnya. Eksistensinya sebagai dalang semakin mendapat pengakuan luas, terbukti kemudian Ki Timbul Hadiprayitno menguasai Yogyakarta bagian Selatan, Utara, Timur dan Barat. Namanya terus melambung. Pada dekade 80-an, Ki Timbul Hadiprayitno melawat ke Lampung, Lombok, dan ke London (Inggris) dan India.

Banyak lakon yang sudah digarapnya disamping menyajikan lakon-lakon baku yang sudah ada. Sebagai dalang Ki Timbul Hadiprayitno menampakkan cirinya yang khas yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecintanya: sabet, filsafat serta kesetiaannya yang tidak bisa ditawar pada dunia seni pewayangan klasik gagrak Yogyakarta dengan pakem yang sangat kental. Prinsip ini seakan tidak tergoyahkan bahkan sampai sekarang ketika para dalang-dalang muda bermunculan.


Kompetensi seorang dalang, lengkap melekat pada Ki Timbul Hadiprayitno. Disamping penguasaan, sanggit, sabet, antawecana, dan kemampuan dasar lainnya yang sangat kuat, Ki Timbul Hadiprayitno juga menguasai wirama dan “gecul” sekalipun. Maka tidak mengherankan dalam pementasan, peran alus, kasar, luruh, lucu, ada di dalamnya. Jika pada umumnya para dalang “ngebon” penyanyi campursari untuk “nembang” dan pelawak untuk “ndhagel”, tidak demikian dengan Ki Timbul Hadiprayitno. Dirinya dengan dibantu para waranggana mampu untuk melakukan itu semua. Hal yang demikian juga dilakukan Ki Hadi Sugito (almarhum).

Berkait dengan penghargaan, Ki Timbul Hadiprayitno pernah menerimanya dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Kodam V Brawijaya, Polda Jateng, TVRI Stasiun Yogyakarta, RRI Nusantara II Yogyakarta, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Fakultas Sastra UGM, mingguan Buana Minggu Jakarta, Pepadi dan masih banyak lainnya.

Sementara dari Kraton Yogyakarta tempat dimana ia mengabdikan dirinya sebagai abdi dalem, Ki Timbul Hadiprayitno mendapat paringan asma Mas Tumenggung Cerma Manggala, dan budaya dalam serat bratayuda (Cetakan I terbit Maret 2004), Teori Estetika untuk Seni Pedalangan (Cetakan I, terbit September 2004).

Selain itu juga mengerjakan penulisan Naskah dan Karya Seni, antara lain Smaradahana (1995), Ontran-ontran Mandura (1996), Dewa Ruci (1997), Prigiwa-Pregiwati (1997), Babad Alas Mertani (1999), Harjuna Wijimulya (2000), Sang Palasara (2001), Apologi Rama (2001) Tele Wayang serial Gathutkaca (1999-2000).

Pengalaman dalam program Pengabdian Masyarakat : Tim Penyuluhan Seni ISI Yogyakarta bidang seni pedalangan di DIY dan sekitarnya (1999 s/d 2001); Ketua PEPADI (Perstuan Dalang Indonesia) Prop. DIY dua periode sejak 1998 – 2001 dan 2001 – 2004; Anggota Dewan Kebijaksanaan SENA WANGI Jakarta (2001-2004); Ketua tim Sibermas ISI Yogyakarta (2001-2004) di Kab Gunung Kidul DIY Ketua Pendampingan UKM Perajin Kulit di Kec. Pajangan Bantul, Yogyakarta (2001).

Kecuali menjadi dosen tamu di ISI Yogyakarta, Ki Timbul juga membagi ilmunya sebagai pengajar di Pawiyatan Pedhalangan “Habirandha” Kraton Yogyakarta.

Selasa, 10 Mei 2011 pukul 01.25 Ki Timbul Hadiprayitno telah menghadap Sang Maha Dalang untuk selamanya dalam usia 79 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Umum Dusun Panjangjiwo, Patalan, Jetis, Bantul pada hari yang sama pukul 14.00 Wib. Upacara pemakaman jenazah dihadiri oleh ribuan pelayat. Termasuk di dalamnya para pejabat pemerintah, budayawan, seniman, dan masyarakat luas. Tampak hadir pula Gusti Bandara Pangeran Hariyo Yudhaningrat dan Gusti bandara Pangeran Hariyo Prabukusuma dari Kraton Ngayogyokarta. Selamat jalan Ki Timbul, semoga khusnul khatimah. Karyamu tak terbatas oleh usiamu ………

(Dirangkum dari berbagai sumber oleh Ki Sugeng Subagya, Pemerhati Pendidikan dan kebudayaan).

1 komentar:

  1. saya dari sekolah dasar sudah sering mndengarkan lakon2 wayang yg dibawakan oleh Pak Dalang Timbul dan jg Pak dalang Ki Hadi Sugito,dari radio2 swasta yg ada di jakarta,.Baik Pak Dalang Timbul atau Pak Dalang Ki Hadi Sugito,kduanya adalah dalang terbaik dan Dalang Super Komplit,yg pernah ada di Indonesia dan Dunia,.saya sangat suka skali dg kdua dalang tsb,.

    BalasHapus